Nunik, pekerja asal Banjarnegara, lima tahun tidak menerima gaji dan sering disiksa. Majikannya adalah mantan politisi di Malaysia dan bergelar Dato‘
BANJARNEGARA–Kabar memilukan datang dari Kuala Lumpur, Malaysia. Seorang pekerja wanita asal Banjarnegara dikabarkan mengalami penderitaan di negeri jiran; idak digaji selama lima tahun dan sering disiksa oleh majikannya.
Kabar tersebut dilansir Antaranews.com yang mengutip penjelasan Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono. Katanya, wanita ini bekerja sebagai asisten rumah tangga (AT) di rumah seorang mantan politisi bergelar Dato’ dari salah satu partai politik yang saat ini masih berkuasa.
Nunik (bukan nama sebenarnya), mengalami kekerasan firik, tidak digaji selama lima tahun bekerja. Nunik, kata Hermono, mengungkapkan padanya bahwa si majikan punya sembilan mobil dan rumah mewah tiga lantai. Meski demikian, selama lima tahun bekerja di sana, ART asal Banjarnegara ini mengaku tidak menerima gaji.
Nunik kerap menerima siksaan fisik dari majikan hingga menyebabkan luka dan cacat di beberapa bagian tubuhnya, dan tidak pernah menerima perawatan medis yang semestinya, kata Hermono.
Nunik terlihat bergetar dan berlinang air mata ketika menerangkan sejumlah kejadian kekerasan fisik yang dialaminya selama lima tahun terakhir.
Menurut cerita Nunik, sang majikan pernah mengguyurnya dengan air panas hingga meninggalkan bekas luka yang serius di beberapa bagian tubuhnya. Selain itu melakukan pemukulan pada bagian jarinya, serta kekerasan fisik lainnya yang kerap tidak hanya dilakukan majikan, tetapi termasuk oleh supir majikan, kata Hermono.
Karena tidak tahan, Nunik mengaku pernah mencoba kabur dari rumah majikannya di tahun kedua bekerja. Namun upaya itu gagal karena majikan berhasil menemukannya.
unik dipaksa kembali bekerja dan mengalami kekerasan fisik lagi. Ia hanya diizinkan berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia hanya di tahun pertama bekerja di Malaysia.
“Saya sudah tidak tahan lagi menerima siksaan-siksaan majikan, jadi berusaha kabur dan ingin kembali ke Indonesia,” kata Hermono, mengikuti ucapan Nunik.
Nunik berhasil melarikan dari rumah majikan dengan bantuan warga setempat yang tinggal tidak jauh dari rumah majikan.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, menurut Hermono, menerima Nunik dengan kondisi wajah penuh dengan luka lebam akibat dipukul dan kepala berdarah akibat dipukul menggunakan telepon genggam oleh majikan.
Perlindungan KBRI
Hermono mengatakan KBRI Kuala Lumpur memberikan upaya pelindungan bagi Nunik, mulai dari proses penyembuhan luka-lukanya hingga tahapan proses tuntutan hukum pidana atas tindak kekerasan dan bekerja tanpa digaji.
KBRI, menurut dia, juga telah berhasil menghubungi pihak keluarga di Banjarnegara yang selama ini kehilangan kontak dengan Nunik.
“Berdasarkan fakta tersebut, ini menunjukkan bahwa sebagian besar kasus eksploitasi terhadap PMI (pekerja migran Indonesia) dilakukan oleh majikan yang mapan secara finansial, dan dengan faktor kesengajaan melakukan pelanggaran hak-hak serta dengan sengaja merendahkan martabat pekerja rumah tangga Indonesia,” ujar Hermono, dikutip Antaranews.com.
Menurut keterangan Kepolisian setempat, para tersangka akan dituntut dengan pasal pidana bagi penyiksaan berat.
Ia mengatakan telah menyampaikan kepada petugas penyidik kasus tersebut agar pelaku menerima hukuman yang adil sesuai UU Pidana Malaysia guna memberikan efek jera kepada majikan yang melakukan tindak kekerasan kepada ART asal Indonesia.
Indonesia dan Malaysia telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) Pelindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022. Meski demikian, pelanggaran hak-hak PMI masih terus terjadi.
Ia mengatakan kasus terbanyak adalah gaji tidak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik seperti yang dialami oleh Nunik. Hampir semua kasus PMI yang bermasalah merupakan mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja.