PURWOKERO—Penataan kembali Banyumas Kota Lama memperoleh suntikan dana sebanyak Rp 15 miliar dari pemerintah pusat dan diharapkan bisa rampung pada akhir tahun 2023 ini.
Kota lama Banyumas yang terletak di tepi Sungai Serayu akan dipercantik sehingga bisa menjadi kawasan wisata sejarah.
Kota ini mengalami tiga fase perkembangan.
Fase pertama, setelah berdirinya Kadipaten Banyumas sebagai pecahan dari Kadipaten Wirasaba yang dibagi empat pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya di Pajang, Kartosuro.
Fase kadua, perkembangan Banyumas di bawah kekuasaan kerajaan Jawa di Yogyakarta,
Sumber foto: Youtube.com
Fase ketiga, setelah berakhirnya Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro (1825-1830) wilayah Banyumas sepenuhnya dalam kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
Dengan demikian Banyumas akan menjadi cagar budaya yang menarik untuk wisata pendidikan dan sejarah.
Arsitek asal Semarang, Sidem Tetuko memaparkan, peninggalan sejarah di Banyumas pada periode kedua masih tersisa beberapa banguna penting. Misalnya, masjid Agung Nur Sulaiman, Pendopo Si Panji, dan lainnya.
Pada periode setelah Banyumas dikuasai Belanda, seluruh bangunan bertujuan untuk kepentingan eksistensi pemerintah Hindia Belanda, pada masa tanam paksa.
Di era tersebut, Belanda mengeksplorasi kawasan pertanian Banyumas, serta monopoli hasil pertanian untuk peningkatan perekonomian pemerintah Hindia Belanda.
Sumber foto: www.banjoemas.com
Oleh karena itu, infrastruktur untuk kepentingan distribusi dan pemasaran hasil pertanian.
“Pada perkembangannya, Belanda membangun infrastruktur darat, sebelumnya menggunakan jalur transportasi Sungai Serayu. Fasilitas sosial dan umum beserta infrastruktur perkotaan yang lain, seperti sekolah, rumah sakit juga mulai mementuk sebuah kota yang utuh,” katanya seperti dikutip Suara Merdeka.
Tetuko menambahkan, paduan antara Sungai Serayu dan wisata sejarah dan budaya di Kota Lama Banyumas akan menjadi daya tarik tersendiri. Pasalnya, konsep pengembangan kawasan wisata ini tidak ditemukan pada daerah lain di Indonesia.