PURBALINGGA–Suara anak-anak yang sedang mengaji itu terdengar dari taman pendidikan Al Quran (TPQ) yang menempati sebuah mushalla kecil di halaman depan rumah salah seorang warga Desa Brosot, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Di hadapan anak-anak itu tampak seseorang berseragam polisi yang dengan penuh kesabaran mengajarkan cara membaca huruf Hijaiyah kepada mereka, dan suasana tersebut hampir setiap hari dijumpai, terutama pada hari-hari kerja.
Semua itu terjadi karena TPQ tersebut diasuh oleh seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang berdinas di Kepolisian Resor Purbalingga, yakni Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Agus Miswanto.
Bahkan, pria yang bertugas sebagai Pejabat Sementara Kepala Urusan Perawatan Personel Bagian Sumber Daya Manusia Polres Purbalingga itu tidak sekadar mengasuh TPQ di mushalla kecil depan rumahnya, tapi juga Pondok Pesantren Daruttaqwa yang diinisiasi sejak Agustus 2022, hingga akhirnya terbentuk pada Januari 2023 setelah terbitnya surat keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait yayasan yang menaungi pesantren tersebut.
Kendati usianya masih relatif muda, jumlah santri Daruttaqwa telah mencapai kisaran 70 orang yang mayoritas warga sekitar, dan 10 santri di antaranya tinggal di pondok pesantren. Selain belajar Al Quran, santri Daruttaqwa juga mempelajari sejumlah kitab, seperti Aqidatul Awwam dan Safinah.
Pria yang lahir di Purbalingga pada 30 Agustus 1984 itu menjadi anggota Polri sejak tahun 2003 setelah menjalani pendidikan calon bintara Polri di Sekolah Polisi Negara (SPN) Purwokerto.
Sebelum menjalani pendidikan calon bintara, Agus yang bersekolah di sekolah umum itu mengaji pada almarhum Kiai Kasman yang berasal dari Salatiga.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SPN Purwokerto, dia pun berdinas di Protokol Markas Besar (Mabes) Polri. Selama berada di Jakarta, Agus aktif mengikuti pengajian yang digelar almarhum K.H. Muhammad Arifin Ilham di Majelis Taklim “Adz-Dzikra”.
Waktu pun berlalu, hingga akhirnya Agus pindah tugas ke Polres Purbalingga pada tahun 2008. Sekembalinya di kampung halaman tidak menyurutkan niatan Agus untuk terus mengaji di sela kesibukannya sebagai anggota Polri.
Ia pun mengaji beberapa kitab kepada KH Khatibul Umam di Sirandu, Kecamatan Karangreja, Purbalingga. Hingga akhirnya pada tahun 2016, dia mendirikan Majelis Yasin dan Tahlil untuk mengisi kegiatan keagamaan di mushalla yang terkesan sepi karena hanya dimanfaatkan untuk shalat.
Perjalanan Majelis Yasin dan Tahlil tersebut pun berliku karena saat itu jumlah jamaahnya sangat sedikit, hanya 10 orang dan sempat cuma dihadiri dua orang, namun kegiatan tetap berjalan karena yang terpenting istikamah.
Setelah jumlah jamaahnya bertambah, Agus pun membentuk Majelis Maulid Diba yang diselenggarakan setiap Minggu malam, meskipun sempat terhenti selama pandemi COVID-19, dan saat sekarang kembali berjalan.
Meskipun telah mengasuh majelis, dia yang masih aktif sebagai anggota Polri tetap bersemangat untuk meningkatkan pengetahuan agamanya dengan mengaji kepada KH Khayatul Makky dari Ponpes Tanbihul Ghofilin Alif Baa, Mantrianom, Kabupaten Banjarnegara, pada tahun 2021.
Semua itu dilakukan karena dia mengharap rida Allah SWT dan ingin menjadi manusia yang bermanfaat sesuai sabda Rasullah Muhammad Saw, “Khoirunnas anfa’uhum linnas”, yang berarti, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”.
Selain itu sebagai anggota Polri, dia pun selalu berusaha menegakkan perintah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa polisi di tengah-tengah masyarakat harus menjadi polisi yang bermanfaat.
Oleh karena itu, dia ingin menjadi polisi yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat di kampung halamannya.
“Jadi, saya punya pekerjaan menjadi polisi, saya mengharap rida Allah. Saya abdikan kepada masyarakat ilmu yang saya dapatkan dari guru-guru saya, kemudian harta saya,” katanya.
Agus mengakui pondok pesantren, yayasan, mushalla, dan asrama santri yang dia bangun berada di atas tanah warisan orang tua dan ada sebagian yang diwakafkan.
Akan tetapi biaya untuk membangun semua itu bersumber dari gajinya sebagai anggota Polri dan pinjaman di koperasi.
Semua itu dilakukan karena salah satu gurunya, yakni KH Khayatul Makky yang mengatakan, “Perjuangan butuh pengorbanan, harta, tenaga, dan pikiran. Kalau sudah itu, insya Allah nanti akan mendapatkan rida Allah, yang penting niatnya ikhlas karena Allah SWT”.